IKAUNESA.ID – Kesuksesan tidak begitu saja didapatkan. Diperlukan perjuangan dan jalan yang penuh tantangan. Itu pula yang dirasakan Mustain Baladan, alumni S1 Prodi Pendidikan Fisika, FMIPA, Unesa, kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sidoarjo. Bahkan, ia pernah merasakan ’nikmatnya’ menjadi marbot masjid.
Pria yang akrab dipanggil Ta’in itu lulus IKIP Surabaya (kini, Unesa) tahun 1985. Selama berkuliah, ia mengaku banyak mendapatkan pengalaman berkesan. Selain kuliah, ia juga aktif mengikuti kegiatan eksternal seperti pramuka dan organisasi luar kampus lainnya.
Sejak menempuh pendidikan sekolah menengah, ia mengaku sudah menyukai mata pelajaran Fisika. Bagi alumnus Madrasah Aliyah Swasta di Surabaya ini, Fisika merupakan pelajaran yang seru dan menantang. Bahkan, semasa sekolah, ia pernah menjadi marbot masjid.
”Alhamdulillah, dari menjadi marbot saya bisa sekolah dan bisa bertempat tinggal di sana, lumayan membantu ekonomi saya,” ungkapnya.

Setelah kuliah, Ta’in sudah tidak lagi menjadi marbot. Namun, ia tetap bekerja sampingan menjadi guru bimbel dan les privat untuk memenuhi kebutuhan kuliah. Bahkan, ketika semester tiga, ia sudah menjadi guru di SMA. Ia kuliah sambil menjadi guru, juga mengajar privat.
”Meskipun sulit membagi waktunya, saya harus bisa memilih dan memilah mana yang harus diselesaikan dahulu. Setelah selesai, langsung mengerjakan tugas lain,” ucapnya.
Pria asli Sidoarjo ini menceritakan, pernah suatu kali harus pamit izin ke dosen tidak mengikuti kuliah karena ada acara di sekolah tempatnya mengajar. Alhamdulillah, diizinkan waktu itu karena memang ia mengajar di SMA itu juga sesuai dengan jurusannya.
Perjalanan karir Ta’in dimulai saat masih mahasiswa. Ia menjadi guru Fisika di SMA Wachid Hasyim, Waru, Sidoarjo. Lulus kuliah, melalui program ikatan dinas, ia lantas diangkat menjadi Guru DPK (diperbantukan) untuk sekolah swasta Wachid Hasyim. Kemudian, berturut-turut ditunjuk menjadi kepala sekolah di beberapa sekolah, di antaranya SMA Wachid Hasyim Waru, SMPN Tarik, SMPN 4 Waru, dan SMPN 2 Candi.
Berkarier di Dispendik
Selanjutnya, ia masuk ke Dinas Pendidikan Sidoarjo. Ia mengawali karier sebagai kepala bidang pendidikan menengah, kemudian sekertaris, baru kepala dinas. Tercatat, ia menjadi kepala sekolah swasta satu kali dan tiga kali menjadi kepala sekolah negeri.
Perjalanan karir yang mengagumkan itu, tentu tak dilewati dengan mudah. Ta’in harus melewati berbagai tantangan. Semua tantangan berhasil dilewati berkat menerapkan prinsip inovasi, termasuk ketika berkarir di dinas pendidikan. Ia membuat dua kebijakan inovatif yakni tidak boleh ada tes calistung untuk masuk SD dan SPP SKS (satuan pendidikan penyelenggara sistem kredit semester).
”Itu dua ide inovatif saya saat menjadi Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo yang paling berkesan,” kenangnya.
Bagi Ta’in, dua kebijakan itu diterapkan bukan tanpa alasan. Kebijakan pertama didasari keresahannya saat melihat salah satu sekolah SD Pucang-pucangan Sidoarjo yang menjadi ajang bagi anak pejabat atau anak orang kaya bisa masuk melalui jalur tes. Melihat itu, ia berusaha agar anak-anak dari keluarga menengah atau bawah juga bisa masuk di SD favorit tersebut.

”Saya membuat kebijakan menghapus tes calistung. Persyaratan untuk masuk SD hanya dua yaitu usia dan jarak tempat tinggal,” ucapnya.
Sementara kebijakan kedua didasari karena program RSBI (rintisan sekolah berbasis internasional) yang dibubarkan’ oleh MK. Akhirnya, untuk mewadahi anak-anak yang dulunya RSBI. muncul kebijakan tersebut. Kalau tidak begitu, kata Ta’in, anak-anak yang cerdas istimewa itu tidak tertampung.
”Saya coba ke SKS. Itu tidak semua sekolah menerapkan SKS, hanya sekolah yang ditunjuk saja,” ungkap Ta’in yang mengaku kedua program itu telah diadopsi dan diterapkan di seluruh SMA se-Jawa Timur, dan bahkan mungkin di luar Jawa Timur.
Ta’in mengakui, ilmu yang didapatkan di bangku kuliah (Unesa) sangat penting. Meskipun tidak 100 persen diimplementasikan, tapi setidaknya bisa membuka pikiran untuk mengembangkan diri. Di sela kesibukannya, ia juga sering mengisi kegiatan guru-guru Fisika dan IPA yang diberi nama ”Fisika Ndeso” yaitu Fisika yang diaplikasikan di kehidupan desa.
”Konsep-konsep Fisika itu sebenarnya bisa diterapkan di kehidupan sehari-hari. Fisika Ndeso ini adalah implementasi dari CTL. Kegiatannya tidak formal sehingga belajar tidak harus dari teks book,” bebernya.
Sebagai sosok yang begitu cinta dunia pendidikan, Ta’in berharap, para alumni harus banyak membaca realitas di lapangan. Sebab, ilmu di bangku kuliah tidaklah cukup. Belajar tidak hanya di bangku kuliah tetapi juga bia di luar.
”Membaca tidak cukup teks book, tetapi juga teks realitas sosial yang ada di sekitar kita,” tukasnya. (*)
Penulis: azhar adi mas’udi
Editor: basyir aidi