Oleh Much. Khoiri
KALI ini saya ingin membuka catatan kenangan. Sebuah catatan yang ditulis dalam perjalanan bus ke Jeddah, sambil menyimak uraian pembimbing kami.
Siang itu kami menziarahi sebagian dari beberapa tanda peradaban negeri para nabi. Sejenak lewat museum Ka’bah dan Masjid Hudaibiyah (tempat ditekennya Perjanjian Hudaibiyah), bus membawa kami meluncur ke Jeddah—sebuah ‘kota tua’, yang merupakan kota internasional dan metropolis penting, didatangi jutaan manusia pada seputar musim haji.
Kami berziarah ke Jeddah dan tempat-tempat bersejarah bukan semata untuk cuci mata dan senang-senang. Sebaliknya, inilah saatnya untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari berbagai tempat itu, guna menguatkan keyakinan dan iman kepada Allah.
Maha Besar Allah atas segala yang ciptaan-Nya. Allah pun perlu mengizinkan dibangunnya tanda-tanda bersejarah yang merupakan bukti kekuasaan-Nya. Lewat bangunan atau peninggalan itulah Allah mengabarkan kepada ummat manusia akan kekuasan-Nya. Dan Allah berkali-kali mengingatkan manusia di dalam Al-Quran: “afalaa tatafakkaruun” (apakah kalian tidak mau berpikir dan merenungkannya?).
Bukan itu saja. Kami memaknai ziarah sebagai upaya mengenang jasa tokoh-tokoh dan peristiwa bersejarah terkait dengan tempat-tempat yang ada. Jabal Rahmah (bukit cinta), misalnya, adalah situs tempat penanda persuaan Adam AS dan Siti Hawa. Cinta mereka pun ditandai, tanda keabadian, tanda kasih sayang. Demikian pun kita, bolehlah membuat tanda cinta dengan istri/suami.
Bangunan Ka’bah, yang ditegakkan kembali oleh Ibrahim AS, menunjukkan betapa Ka’bah dianggap sebagai rumah Allah, sehingga mengundang jutaan manusia untuk berduyun-duyun datang ke Tanah Haram.
Zam-zam, air yang dulu muncrat oleh jejakan kaki bayi Ismail AS, adalah buah doa-doa Ibrahim dan Hajar yang tiada henti, demi barakahnya tanah Haram dan sekitarnya. Doa mustajabah mereka (atas izin Allah) telah mengubah daerah tandus menjadi negeri yang kaya-raya.
Masih banyak tempat-tempat bersejarah semacam itu. Namun, sekali lagi, bukan hanya cuci mata dan wisata yang penting. Saat ini kami dibawa untuk memasuki ruang permenungan atau muhasabah yang panjang serta memetik hikmahnya, guna menambah tebalnya iman kami selama ini. Kami berharap semakin waktu semakin tekun dalam menjalani semua ini.
Petang kami tiba di penginapan. Semoga kami dianugerahi kelembuhan hati dan kebeningan pikir untuk mampu memaknai dan memetik makna dan hikmah setiap tempat bersejarah yang kami kunjungi. Hanya dengan demikian, perjalanan ziarah ini bakal memberikan manfaat bagi kami. [bersambung]
*Penulis adalah Alumni Unesa, Dosen Unesa, Editor, dan Penulis buku; Anggota Hiski Unesa; Founder RVL, dan Ketua Apebskid Jatim. Tulisan ini pendapat pribadi.